MALAM JUMAT YANG PANJANG
MUSIM SEMI DI TEPI SUNGAI GAVE DE PAU (Part 5)
Oleh: Lena Salu
Teruntukmu Celine, di bilik penantian
Celine, semoga suratku menemuimu dalam keadaan yang sehat bugar dan menggemaskan. Aku memastikan kau tentunya selalu tersenyum lebar dan ringan langkah merayakan hari-hari perkuliahanmu setiap hari. Aku juga tak menolak bahwa ada terik matahari yang kadang menyengat di atas kepalamu kala banyak tugas dan agenda yang terus mengejarmu untuk lebih konsentrasi dan konsisten.
Celine, Ijinkan aku sedikit bercerita denganmu. Sebenarnya aku sangat merindukanmu, namun tak terasa sudah hampir setengah dari semester ini aku tak pernah dibangunkan oleh suaramu dari ponselku. Aku berpikir mungkin kau sangat penting mengabariku agar tak kugelisahkan segalanya. Sesungguhnya sebulan yang lalu aku sedang berziarah ke Lourdes. Ada kesan yang sangat indah bagiku selama berada di sana. Ada doa yang penting dan sangat khusus kupersembahkan kepada Bunda Maria untukmu.
Aku tahu bahwa kau sangat mencintainya dengan selalu mendaraskan manik-manik Rosario yang indah dengan mengucapkan salam Maria. Aku selalu menghadirkanmu disetiap langkahku dalam rombongan ziarah ke tempat-tempat suci yang kami kunjungi. Celine, Sebelum keberangkatanku ke Lourdes aku pernah menghubungi nomor ponselmu namun kau tak dapat dihubungi. Aku ingin mengambil cuti bersamamu ke Lourdes tetapi akhirnya aku hanya mengelus dada dengan sedikit berat hati tak dapat mengabulkan permintaanmu yang pernah kau minta pada hari ulang tahun pernikahan orangtuaku kali lalu. Aku tahu bahwa kau dan aku punya tabungan yang dapat kita pakai namun tak aku sangka bahwa kali ini aku gagal membawamu ke depan arcanya di Lourdes.
Celine, maafkan aku yang tak sempat mengabulkan permohonanmu, namun aku rasa bahwa kau akan terobati dan terhibur dengan sedikit cerita ziarahku yang kugoreskan dalam tulisan dan beberapa video klip sejak hari pertama hingga aku kembali. Aku berharap kau dapat sampai juga ke Lourdes setelah menikmati apa yang kau tonton dari apa yang kubagikan denganmu. Maafkan aku Celine, aku berharap kau tak membenciku tetapi membiarkan semuanya yang sempat tertunda ini menjadi doa yang indah dihadapan arcanya. Celine, kusudahi dulu suratku, aku berharap kau tak sungkan membalasnya agar dapat kupastikan dirimu baik-baik saja dan tak merasa kecil hati. Sekali lagi maafkan diriku. Yang terakhir ijinkan aku menyampaikan salam hormatku untukmu sekeluarga, semoga ayah, ibu dan adik-adikmu dalam keadaan yang tak menggelisahkanku. Aku selalu menantimu di setiap deretan hari dan tanggal yang menjanjikan balasan surat darimu.
NB; Kutulis suratku ini di tepi sungai Gave de Pau, tepat di bawah kaki gunung Pyrenees Perancis.
Aku yang mengasihimu dari jauh,
(.................)
**********
Aku seakan tak punya gairah lagi tuk berdiri, sekalipun sapaan awal surat di atas tadi sedikit menghiburku.menghibur dan membuatku terkesima. Aku dikuatkan oleh percakapan yang secara tak langsung menjawabi teka-tekiku yang selama ini menjadi pertanyaanku tentang keberadaannya. Lebih buas lagi aku terperosok jauh dengan ungkapan aku tak dapat dihubungi. Entahlah aku tak mengerti kapan aku dihubunginya sebab akupun menantinya berkabar hampir sepanjang abad namun tak berdering sama sekali ponselku kalau aku dipanggilnya. Bingung tapi faktanya menyatakan kalau ada dis-komunikasi yang sempat terjadi.
Hampir tiga puluh menit aku hampir tiga puluh menit aku terjaga dalam diam dan membiarkan instrumen lagu Ave Maria Gratia Plena gubahan Schubert menemaniku menikmati foto dan video singkat yang dibuat dalam slideshow yang menarik dan mengagumkan. Aku seakan terhipnotis dan dibawa ke Lourdes menikmati keindahannya dengan beckroud langkah jutaan peziarah yang membludak. Ohhh, betapa aku sangat merindukan tempat suci itu.... Aku sangat merindukan akan kesejukan air suci yang mengalir di tempat Kudus itu. Aku ingin menaburkan mawar berwarna-warni yang kupetik dengan tanganku sendiri walaupun aku harus meminta ijin pada pemilik tamannya. Aku ingin menari dengan gaun panjang berlengan lebar di sepanjang pendakian dan bernyanyi merdu di alun-alun kota layaknya wanita Perancis berperawakan cantik dengan topi lebar dan kain penutup kepala yang halus.
Akkhh, aku benar-benar membungkus kerinduanku ini dalam diksi yang hanya dapat kunikmati dalam mimpiku yang panjang dan belum sempat jadi kenyataan, namun aku membiarkan cerita ini hidup dalam doa yang tiada henti. Aku telah berjanji di depannya untuk selalu mengirimkan mawar Rosario di setiap sembahyangku yang membawaku sampai ke Lourdes keseharianku.
Aku tentunya akan dibawa tuk membayangkan kembali peristiwa penampakan yang pernah terjadi di sana. Aku ingin membopong orang-orang sakit dan timpang tuk ditahirkan dari sakitnya dan membiarkan diriku yang sakit dijamahnya pula dengan sentuhan dan aliran air segar yang melewati darah dan nadiku dan menghembuskan nafas panjang dengan ucapan syukur yang tak terhingga.
*********
Aku tertidur di bawah lampu belajar yang belum sempat kumatikan dan mendapati diriku tersungkur di atas meja dengan tumpukan tugas yang masih harus kuselesaikan untuk di asistensi besok pagi. Terburu-buru diriku ke kamar kecil tuk menyeka wajahku dengan air kran dan berniat menyalakan lagi laptop. Kubiarkan volume musik dari tape recorder kesayanganku terus aktif walaupun kedengaran semakin berisik pertanda baterainya hampir habis, aku hanya memastikan penyiarnya belum kantuk dan menemaniku dengan suguhan lagu-lagu keroncong dan lagu-lagu lawas kesukaan ayah dan ibu pada jamannya kala itu.
Kesukaan mereka berdua pada lagu-lagu lawas dan keroncong pada akhirnya menular kepadaku juga, sampai-sampai aku mengoleksi lirik-lirik lagunya dari kertas yang terselip di setiap kaset pita di almari ruang tengah rumahku. Aku kembali menguras isi kepalaku menyelesaikan beberapa tugasku yang hampir rampung. Ku pikir aku tak sehebat Para filsuf tapi kali ini aku harus bisa berpikir sedemikian untuk menemukan jawaban dari setiap soal dosen matakuliahku.
Kubiarkan suratku tadi terbuka di bawah lilin yang bernyawa dengan sorotan lampu yang datar menerangi sudut doaku. Kubiarkan tatapan Sang Perawan mengawasi dan menemaniku hingga sini hari nanti. Tanganku tak hentinya mengutak-atik tuts-tuts keyboard laptopku yang sudah aus dan hampir copot, tapi aku tak menghiraukannya, aku menikmati semuanya apa adanya demi menjaga keseimbangannya agar tidak sampai stres.
************
Tuhan, ijinkan aku tidur sejenak saja dan bangunkan aku esok lagi dalam keadaan yang masih bernapas. Aku membiarkan diriku terlentang dengan posisi yang paling nyaman dan menikmati malam yang teduh tanpa mengotori pikiranku dengan segala kesibukan yang masih saja harus kukejar. Suara batuk ayah masih kudengar dari bilik sebelah. Aku tau ayahku seharian tak cukup istirahat karena harus bertahan dan berjuang keras untuk aku dan isi rumahku.
Aku menarik napas panjang menikmati suara ibu yang sesekali menenangkan suaminya dan adikku yang terjaga. Ohh, aku butuh sejam saja untuk bisa pulas dan dapat bangun lagi tuk menjalani apa yang menjadi kewajibanku. Aku tidur dengan menggenggam seutas Rosario pemberianmu dan membiarkan mataku terpejam dan lelap.