BILANG SESAMAMU YANG SEDANG SUSAH APA SAJA: TERIAK NAMA YESUS LEBIH KERAS UNTUK MENOLONGMU. SI BUTA TUA RENTA SAJA BISA, APALAGI KAMU?
(RP. Frans Funan, SVD)
"Orang-orang yang berjalan di depan menyuruh dia diam. Tetapi semakin ia kuat berseru. "Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku." (Luk 18:39).
Sebagai manusia pantas dan layak kita mengakui bahwa kesusahan yang tidak pernah diprogram dalam hidup pasti saja sesekali hadir menimpa kita. Entah kesusahan karena bencana alam seperti erupsi gunung berapi, gempa bumi, taufan, tsunami, banjir bandang, tanah longsor, bukit tanah bergeser, bukit batu terbelah dan meluncur dari ketinggian menuju laut (kejadian bukit Wateba- Atadei Lembata - NTT), dll.
Kesusahan karena bencana alam pasti saja makan korban. Kesusahan lain dalam kaitan dengan kesehatan fisik entah sakit permanen atau cacat tetap dll. Dalam kondisi perih karena keterbasan fisik, teriaklah sekuat kamu bisa, minta tolong. Mungkin Tuhan sedang dekat, sedang lewat dan ada orang beritahu anda untuk mendapatkan pertolongan-Nya. Atau teriakan, seruan sekuat tenaga dengan iman kepada Tuhan, akan menggugah hati kudus-Nya untuk menolongmu. Karena imanmulah yang menolong, membantu dan menyelamatkanmu sendiri.
Mari sesuaikan dirimu dengan pengenalan privat Bartimeus si buta tua renta dengan Yesus. Saat dia dengar langkah kaki dan suara-orang banyak lewat ia bertanya, "Ada apa itu?" Orang beri tahu dia, "Yesus orang Nazaret, sedang lewat." Ketika dengar nama Yesus si buta itu pun berubah sikap. Dari seorang pengemis buta tua yang malu-malu, berkata saja suara hampir tak kedengaran, malu bertanya hanya pasrah pada apa yang terjadi dan berlalu tanpa ia hiraukan asalkan sepeser belas kasihan orang dia dapat untuk bisa mengisi perutnya hari itu, sudah cukup baginya, selebihnya sesuai situasi fisiknya yang buta dia tidak peduli.
Tapi kini ketika ia dengar nama Yesus ia berubah total dari sikap malu-malu jadi pemberani meneriaki Nama Sang Mesias berbelas kasih yang sedang lewat dan akan berlalu tanpa akan kembali lagi. Seruan keras spontan keluar dari mulutnya, "Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku." Orang melarang dia diam. Ia seakan tak gubris momen keselamatan ini akan sirna tanpa makna bagi orang banyak itu dan terutama bagi dirinya sendiri.
Maka imannya akan Yesus semakin gila dan memaksa seluruh energi dirinya berteriak menembus massa hingga telinga Yesus. Ia sadar dan mau memaknai saat penuh rahmat ini dengan massa yang ada bahwa Yesus Mesias dapat melakukan hal ajaib apa saja yang dibutuhkan agar menolong manusia berdosa selamat.
Kata kuncinya iman. "Imanmu telah menyelamatkan dikau." Apakah massa yang ikut Yesus itu punya iman kepada-Nya? Atau hanya ikut ramai-ramai saja, ragu-ragu, dan tak punya pilihan iman apa pun? Kita butuh orang lain untuk membantu bertumbuh dan berkembang dalam iman kepada Yesus. Selain itu berjuang datang pada Yesus pun tidak gampang, banyak halangan, tantangan dan cobaan. Tantangan dari luar mungkin orang melarang Anda. Dari dalam: tugas banyak, pekerjaan, hiburan, kepentingan keluarga besar, main hp, dll.
Kita butuh bantuan orang lain untuk beri tahu kita tentang kehebatan belas kasih Tuhan memelekan mata iman kita yang buta terhadap dosa dan banyak membawa beban kesusahan tak terpikulkan dalam ziarah hidup ini. Ingat bahwa kerinduanmu karena iman punya kontak batin otomatis dengan Yesus yang juga sedang rindu bertemu dengan dirimu. Yesus mau menyelamatkan dirimu dari dosa buta iman akan Dia, dan Yesus juga mau supaya Anda sehat iman saat ini dan menjadi murid-Nya keren dan wow di masa depan. Tuhan Yesus memang hebat tapi Tuhan Yesus juga rindu dan mau Anda juga hebat di masa depan.
Karena itu misimu kini, katakan kepada sesamamu yang sedang susah dan duduk tertunduk sendiri di sana sambil mengorek tanah, bahwa Yesus ada rindu agar kamu baik, sehat dan bahagia kini dan kelak. Sebarkan misi belas kasih ini di antara kamu seiman, biarlah iman akan Anak Daud Sang Mesias menguasai kita dan semakin banyak orang mengalami kasih Tuhan dalam hidup secara prinadi dan bersama-sama.
Maka percaya bahwa nama Tuhan semakin luas dimuliakan dan rahmat sukacita meliputi banyak insan beriman. Hidup pribadi, hidup bersama jadi terberkati. Ok.
Selamat beraktifitas hari dengan seruan: Hei teman Yesus mau tolong kamu, kenapa susah? Tuhan berkatimu semua. (Arso Kota, Senin, 181124).
GENERASI KINI, DI ERA POST-TRUTH
Kegiatan
pendidikan formal terus menjadi prioritas dalam banyak keluarga, diiringi
dengan keberlangsungan ritual yang tak henti digelar, mulai dari pesta
pernikahan hingga seremoni adat termasuk kematian. Di balik dinamika tersebut,
lahan-lahan warisan terus dilepaskan, satu demi satu berpindah tangan.
Penjualan tanah bukan lahir dari kemalasan, melainkan dari desakan hidup yang
kian tak proporsional: biaya pendidikan yang melambung, tuntutan sosial dalam
pelaksanaan pesta adat, serta beban kolektif dalam momen-momen berkabung dan
perayaan keluarga. Warisan tanah yang dahulu menjadi simbol ketahanan ekonomi
dan kedaulatan keluarga, kini berubah menjadi sumber likuidasi cepat demi
memenuhi kewajiban yang dianggap mendesak dan bermartabat secara sosial.
Ironisnya,
pembiayaan pendidikan melalui penjualan aset tanah tidak selalu berbanding
lurus dengan terbangunnya etos perjuangan. Gaya hidup konsumtif justru lebih
menonjol ketimbang orientasi intelektual atau sosial-transformasional.
Prioritas beralih dari pengembangan kapasitas diri menuju pemeliharaan citra
sosial. Realitas ini memperlihatkan adanya pergeseran orientasi nilai, dari
semangat belajar demi perubahan, menuju pembentukan identitas semu yang dirawat
melalui tampilan luar. Dalam konteks ini, pengorbanan generasi sebelumnya tidak
diterjemahkan sebagai warisan tanggung jawab, melainkan dimaknai secara sempit
sebagai peluang menikmati fasilitas, tanpa refleksi mendalam tentang ongkos
sosial dan emosional yang telah dibayar.
Penjualan
tanah seringkali tidak lagi mencukupi untuk menjawab kompleksitas kebutuhan
ekonomi rumah tangga modern. Dalam kondisi semacam itu, akses terhadap pinjaman
mikro berbunga tinggi menjadi solusi semu yang dengan cepat diambil. Koperasi
harian dan mingguan, yang dalam konsep awalnya dimaksudkan untuk mendukung
solidaritas ekonomi komunitas, berubah menjadi instrumen pemiskinan struktural.
Skema peminjaman yang tampak ringan di awal justru menyimpan jebakan bunga
majemuk yang tak transparan. Uang sejumlah lima ratus ribu rupiah, misalnya,
kerap menuntut pengembalian hingga delapan ratus ribu rupiah dalam hitungan
minggu, tanpa ruang negosiasi dan tanpa perhitungan risiko yang adil. Praktik
gali lubang tutup lubang pun menjadi keniscayaan. Satu pinjaman digunakan untuk
menutup pinjaman sebelumnya, menciptakan lingkaran setan ekonomi rumah tangga
yang hanya berputar pada pembayaran bunga dan denda. Produktivitas kerja tidak
lagi diarahkan untuk membangun masa depan atau mendukung pendidikan anak,
melainkan diarahkan sepenuhnya untuk menyelamatkan cicilan jangka pendek yang
terus menumpuk. Energi, waktu, dan martabat keluarga akhirnya tersedot habis
oleh sistem ekonomi yang mengandalkan tekanan psikologis dan rasa malu sebagai
alat kontrol sosial. Dalam situasi ini, bukan hanya kekayaan yang tergerus,
tetapi juga daya hidup, semangat berinisiatif, dan kepercayaan antaranggota
komunitas.
Fenomena
ini mencerminkan wajah rapuh masyarakat kontemporer di era post-truth, sebuah
masa ketika fakta dikaburkan oleh emosi, dan nilai dikalahkan oleh pencitraan.
Rasionalitas moral tergantikan oleh pertimbangan impresi, keputusan diambil
bukan berdasarkan substansi, tetapi berdasarkan respons publik yang dibangun
secara artifisial. Dalam lanskap semacam itu, keyakinan tradisional bahwa
pendidikan anak merupakan jalan utama menuju perubahan sosial masih bertahan
kuat. Namun, keyakinan tersebut tidak diiringi dengan pemahaman yang memadai
terhadap perubahan struktural dalam sistem pendidikan dan ekonomi modern.
Saat
ini, dukungan pendidikan dalam bentuk beasiswa, bantuan pemerintah, dan skema
keringanan biaya sebenarnya tersedia dalam jumlah signifikan. Institusi negara
dan lembaga donor telah menyediakan jalur alternatif yang meringankan beban
pembiayaan pendidikan tinggi. Namun kenyataan menunjukkan, pengorbanan keluarga
tidak mengalami pengurangan. Sebaliknya, tekanan sosial dan tuntutan gaya hidup
justru memperbesar beban secara kultural dan psikologis. Paradoks ini
memperlihatkan bahwa yang sedang berlangsung bukan hanya pertarungan antara
kemiskinan dan pendidikan, tetapi juga konflik antara nilai dan persepsi, antara
martabat yang seharusnya dirawat, dan gengsi yang terus dikejar. Dalam realitas
seperti ini, pengorbanan bukan lagi diarahkan untuk menciptakan masa depan yang
lebih bermakna, melainkan untuk menjaga ilusi keberhasilan yang tampak dari
luar.
Masalah
mendasarnya terletak bukan pada akses terhadap fasilitas, melainkan pada cara
pandang terhadap hidup dan tanggung jawab. Ketika simbol kemajuan dibatasi pada
benda genggam, gaya hidup urban, dan kebanggaan akademik yang lepas dari akar,
maka yang lahir adalah generasi yang tercerabut dari realitas konkret. Relasi
dengan tanah, alam, dan tradisi berubah menjadi cerita yang asing; keterampilan
dasar seperti bertani, memasak sendiri, atau menghormati ritus kampung perlahan
terkikis oleh ambisi digital dan euforia kota.
Ketimpangan
antara simbol dan substansi kian melebar. Di satu sisi, gelar akademik
dikibarkan sebagai pencapaian, di sisi lain, harga yang dibayar oleh keluarga, dalam
bentuk lahan terjual, warisan budaya yang dilupakan, dan hubungan antargenerasi
yang renggang, tidak dianggap sebagai bagian dari narasi kesuksesan. Inilah
ironi kontemporer: pendidikan berhasil membawa tubuh ke kota, tetapi gagal
mengakarkan jiwa pada tanah asal. Dalam situasi semacam ini, beasiswa bukan
lagi alat pemberdayaan, melainkan bisa menjelma menjadi instrumen pemutusan
dari identitas kolektif.
Kesunyian
para orang tua bukan pertanda restu, melainkan bentuk paling lirih dari
penderitaan. Tatapan mereka yang kosong di beranda rumah adalah puisi luka yang
tak terbaca oleh algoritma media sosial. Dalam budaya yang dulu menjunjung
tinggi ungkapan “anak adalah kehormatan keluarga,” kini anak berubah menjadi
investasi yang belum tentu kembali. Relasi kekeluargaan yang dulunya dibangun
di atas rasa hormat dan keterhubungan emosional kini digantikan oleh transaksi
singkat, kiriman pulsa, komentar singkat di WhatsApp, atau video call sekali
sebulan. Padahal, yang dirindukan bukanlah pemberian, melainkan kehadiran.
Bukan transfer uang, melainkan tatap muka yang tulus dan hangat.
Di
tengah perayaan digital dan gemerlap identitas online, luka-luka batin di
kampung terus bertambah. Rumah-rumah tua berdiri sepi, ladang-ladang
ditinggalkan, dan para orang tua menua dalam diam yang panjang. Sementara itu,
dunia virtual sibuk menampilkan keberhasilan palsu yang dirayakan dengan emoji,
tetapi kosong dari empati sejati. Inilah krisis yang nyata, krisis kasih yang
tak bersuara namun merobek nurani. Sebab kasih sejati bukan ditunjukkan lewat
unggahan, tetapi lewat pulang yang sungguh, lewat pelukan yang benar, dan lewat
keberanian untuk mengingat dari mana hidup pernah dimulai. Jika keadaan ini
terus dibiarkan, keberhasilan akademik akan menjadi kulit kosong yang rapuh, indah
dilihat, tapi hampa makna. Ketika generasi muda tak lagi tahu cerita di balik
sebongkah nasi atau sepotong kayu rumah, maka yang hilang bukan sekadar
pengetahuan praktis, tetapi kepekaan eksistensial. Masyarakat akan tumbuh
menjadi koloni urban tanpa ingatan, berjalan cepat tanpa arah, cerdas secara
teknis namun miskin secara batin. Inilah risiko paling mengkhawatirkan:
modernisasi tanpa pendalaman, mobilitas sosial tanpa moralitas sosial.
Tanpa
kesadaran akan asal-usul, pendidikan justru bisa menjauhkan manusia dari
kemanusiaannya sendiri. Bukannya menjadi sarana pemberdayaan, pendidikan
berubah menjadi panggung individualisme yang menumpulkan kepedulian. Sebab, apa
gunanya meraih gelar tinggi jika itu membuat seseorang lupa cara menyapa
tetangga, lupa bagaimana cara duduk bersila di tanah, lupa rasanya mencium
tangan orang tua dengan sepenuh hormat? Ketika akar budaya dicabut demi citra
modern, maka lahirlah manusia yang tercerabut dari tanahnya dan tersesat dalam
bayang-bayangnya sendiri. Sudah saatnya warisan dipahami bukan sebagai
peninggalan benda, tetapi sebagai panggilan jiwa. Tanah leluhur bukan sekadar
bidang ukur dalam sertifikat; tanah adalah kitab kehidupan yang mencatat peluh,
doa, dan air mata generasi terdahulu. Menjualnya demi gengsi berarti mencabut
akar identitas dan menukar kesetiaan dengan kesementaraan. Setiap transaksi
yang mengorbankan tanah warisan untuk gaya hidup sesaat merupakan bentuk
amnesia kolektif, lupa bahwa tanah itu saksi kesetiaan dan ketekunan yang
membesarkan peradaban keluarga.
Bangkit
berarti melawan arus konsumtif yang meninabobokan kesadaran. Bangkit berarti
menolak hidup sekadar sebagai pengguna, dan memilih menjadi penjaga. Bangkit
berarti berani hidup sederhana demi martabat, bukan bermewah-mewah demi
pengakuan palsu. Tanpa kesadaran ini, generasi berikut hanya akan berdiri di
atas puing, bukan di atas fondasi kokoh yang diwariskan oleh keteguhan para
pendahulu. Kini, arah sejarah ditentukan oleh keputusan generasi muda, menjadi
penerus nilai atau pelupa jejak. Sejarah tidak bersifat netral. Jejak yang
dijaga akan melahirkan harapan, sedangkan nilai yang dijual akan meninggalkan
kehampaan. Maka, satu hal menjadi terang: masa depan tidak dibeli dengan
gengsi, melainkan dibangun dengan kesetiaan. (KU)
KETIKA CINTA DATANG DAN PERGI
(Nely Kolo)
Di sebuah lembaga pendidikan Sekolah Menengah Atas, terdapat seorang gadis bernama Lisa. Ia adalah siswi kelas XII MIPA yang jatuh cinta pada seorang siswa baru bernama Arif. Arif, yang baru bergabung, sedang mengikuti kegiatan pengenalan lingkungan sekolah. Kebetulan hari pertama, Lisa yang menjadi pemandu kegiatan tersebut bersama Ketua OSIS, Siska. Kegiatan berjalan lancar dan berakhir dengan baik.
Setelah kegiatan, Lisa ke kelas. bertemu dengan temannya, Resa, yang ternyata saudari Arif. Mereka duduk dan berbincang, seolah Resa tahu bahwa Lisa menyukai Arif. Resa duduk di samping Lisa dan bertanya kepada Lisa, "Kamu suka sama Arif?" Lisa kaget dan menjawab, "Kok kamu tahu? hmmm iya sih, tapi sepertinya dia sudah punya pacar".
Resa memberitahu Lisa bahwa Arif belum punya pacar, tetapi dia bilang ke Resa bahwa ia suka sama Ketua OSIS, Siska. Lisa merasa sedih dan malu. Ia tidak ingin lagi melihat Arif. Dalam beberapa hari, kabar tentang Arif dan Siska yang berpacaran membuat hati Lisa semakin berat. Meskipun begitu, Lisa berusaha bersikap santai dan tidak menunjukkan perasaannya. Arif dan Siska juga menjalin hubungan dengan keyakinan.
Beberapa minggu kemudian, Resa mendatangi Lisa dengan berita yang mengejutkan. Resa menghampiri Lisa dengan wajah penuh tawa. "Lis, kamu tahu tidak?" Lisa bingung, entah apa yang dimaksud kan Resa. "Iya Res bagaimana? Tahu apa?"
Resa menjelaskan dengan sedikit tawa, "Ternyata, Arif juga suka sama kamu. Dia berencana menyelesaikan hubungannya dengan Siska". Mata Lisa tiba-tiba membelalak serta kaget."Haaa???" Ia merasa senang, tetapi juga ragu. Dalam hatinya, ia berpikir bahwa Arif mungkin seorang yang playboy. Namun, ia tidak bisa menahan perasaannya yang telah terbalas.
Suatu hari, mereka bertugas untuk koor di luar paroki dan menginap di sana selama dua hari. Pada malam pertama, saat Siska sibuk, Arif mengambil kesempatan untuk menghabiskan waktu bersama Lisa. Mereka berbincang dan berpegangan tangan, seolah-olah mereka ini berpacaran. Namun, saat Siska ada mereka seperti orang asing.
Hari kedua, saat kembali ke sekolah, Lisa mendengar kabar bahwa hubungan Arif dan Siska mengalami masalah. Lisa berpikir bahwa kemungkinan masalahnya karena Siska telah mengetahui bahwa semalam Arif bersama dengannya. Lisa menghampiri Resa, dengan wajah penuh pertanyaan dan rasa ingin tahu, "Res, saya dengar hubungan Arif dan Siska sedang tidak baik ya?"
Resa menatap Lisa dan menjawab apa yang ditanyakan oleh Lisa dengan apa yang dia lihat dan dengar "Iya Lis. Kemarin mereka berantam dan Arif minta putus sama Siska. Sepertinya, Arif akan mengungkapkan perasaannya ke kamu! Lisa terdiam tanpa kata-kata. Ia senang tetapi juga merasa bersalah telah merebut Arif dari Siska. Tetapi Lisa juga tidak bisa menahan perasaannya.
Keesokan harinya, saat jam istirahat, dengan berani Arif menghampiri Lisa, "Lisa! Kamu ngapain?" Lisa seperti kaget dengan wajah bingung kenapa tiba-tiba Arif datang menemunya, "Eh, iya Rif. Aku duduk saja". Dengan gugup Arif berbicara, "Baiklah! Aku mau ngomong sesuatu sama kamu".
Dengan santai Lisa menjawab dan mempersilahkan Arif untuk bicara, namun di sisi lain Lisa juga deg-degan. "Aaaaaa, kamu mau tidak jadi pacarku?" Lisa tercengang dengan wajah yang dihiasi senyum tipis, "Kamu serius, Rif?" Arif menjawab Lisa dengan sangat serius, "Ya, aku serius. Mau tidak?" Dengan senang hati Lisa langsung menjawab, "Aku mau, Rif".
Lisa tidur di bahu Arif sambil bercerita, "Sebenarnya aku sudah lama suka sama kamu sejak awal kegiatan pengenalan lingkungan sekolah, tapi aku diam karena kamu suka sama Siska". Arif meyakinkan Lisa, "Oya? Ya sudah, itu kan dulu. Sekarang aku sama kamu".
Akhirnya, mereka berpacaran. Setiap hari, mereka berkomunikasi lewat handphone dan bertemu langsung, di sekolah. Hubungan mereka semakin harmonis, saling mendukung dan saling terbuka satu sama lain.
Namun, setelah hampir lima bulan, Lisa merasa ada yang berbeda dari Arif. Suatu hari, ia memutuskan untuk berbicara dengan Arif. Dalam perbincangan mereka, setiap pertanyaan dari Lisa, Arif menjawab dengan santai seperti tidak ada rasa bersalah sedikit pun. Lisa merasa bahwa ad sesuatu yang disembunyikan oleh Arif.
Setelah pulang sekolah, Lisa mengambil handphone, login ke media sosial (Instagram) dan melihat Arif memamerkan foto seorang wanita. Entah wanita itu siapa? Lisa tidak yakin jika Arif punya hubungan sama wanita itu. Lisa mencari tahu, ia mencari Instagram wanita itu, ternyata benar mereka menjalin hubungan, namanya Dona. Lisa melihat wanita itu juga memposting fotonya Arif. Lisa pun terjebak dalam perasaannya yang campur aduk antara cinta, bingung, dan rasa tidak percaya. Apakah ia harus mempertahankan hubungannya ataukah harus berakhir?
Keesokan harinya, Lisa menemui Arif dengan wajah penuh marah. "Arif, siapa wanita yang kamu pamer di Instagram? Tidak salah namanya Dona. Ada hubungan apa kamu sama dia?"
Arif menjawab dengan berpura-pura tidak mengenal wanita yang dimaksudkan Lisa. "Dona siapa? Aku tidak mengenal dia. Dan aku tidak pernah memamerkan siapa pun selain kamu, Lis".
Lisa ingin sekali menunjukan buktinya, namun mereka tidak diizinkan untuk membawa handphone ke sekolah. Air mata jatuh, dengan jari telunjuknya, Lisa menunjuk ke arah mukanya Arif. "Kamu pikir aku bodoh? Aku sudah tahu permainan kamu, kamu jujur saja deh sekarang!"
Tiba-tiba dengan wajah penuh rayuan manis Arif memohon. "Lis, ya sudah jangan menangis. Aku salah sudah buat kamu sakit hati, aku minta maaf, aku khilaf. Kamu jangan pergi ya, Lis?"
Air mata semakin menetes, tidak sanggup menatap wajah Arif, Lisa berbalik badan. "Aku butuh waktu untuk berpikir". Setelah itu pergi meninggalkan Arif.
Setelah pulang sekolah Lisa memikirkan keputusan apa yang harus ia ambil dari masalah ini. Ia menelpon Arif. Arif yang sedang berbaring, mendengar handphonenya bunyi, ternyata telepon dari Lisa. Ia mengangkat telepon itu. "Hallo? Lis, kamu tidak marah lagi kan sama aku? Aku minta maaf".
Tanpa basa-basi Lisa bertanya dengan serius. "Arif, kalau kamu masih ingin sama aku, tolong tinggalkan dia". Arif menjawab Lisa. "Aku sudah selesai sama dia, Lis". Lisa berpikir bahwa semua itu hanya kekhilafan. " Baiklah. Janji ya tidak akan ulangi lagi?" Arif meyakinkan Lisa :"Iya, aku janji".
Akhirnya, mereka melanjutkan hubungan mereka. Lisa memberikan kesempatan kepada Arif untuk memperbaiki semua. Lisa tetap percaya kepada Arif, karena ia sangat menyayanginya.
Namun, setelah satu Minggu, Arif kembali berubah. Lisa mengetahui dari postingan wanita itu, ternyata mereka berdua kembali menjalin hubungan. Ia merasa dibodohi. Dalam hatinya. "Ternyata Arif benar-benar playboy. Seharusnya dari awal aku tidak percaya lagi sama dia".
Lisa akhirnya memutuskan untuk mengakhiri hubungannya dengan Arif, meskipun itu menyakitkan. Ia ingin menyelamatkan dirinya dari rasa sakit yang lebih dalam. Di sekolah, Lisa memanggil Arif dengan wajah murung dan serius untuk membicarakan semua ini. "Arif, ternyata kamu playboy. Hanya ingin mempermainkan perasaan perempuan. Kamu pikir dengan cara ini kamu akan bahagia? Tidak akan, Arif. Ingat kata-kataku: "Kamu tidak akan pernah bahagia, jika kamu terus-menerus seperti ini. Seharusnya kemarin kita akhiri saja, karena percuma aku kasih kamu kesempatan tetapi kamu tidak berubah sama sekali".
Arif menjawab dengan sangat santai seakan setuju untuk akhiri hubungan. "Aku minta maaf". Tetapi, jika mau kamu kita akhiri, ya aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Hati sakit saat mendengar jawaban dari Arif. "Enak sekali ya jadi kamu..... Jangan pernah kembali lagi". Lalu Lisa meninggalkan Arif.
Arif juga tidak mempedulikan lagi kepergian Lisa, ia seperti sudah sangat bosan dengan Lisa sehingga saat hubungan berakhir seperti ini, ia tidak merasa kehilangan.
Hubungan mereka berakhir begitu saja. Lisa merasa kehilangan, tetapi semua telah terjadi dan kini hanya tinggal kenangan. Meskipun saling mencintai tapi terkadang perpisahan adalah jalan terbaik, agar tidak saling menyakiti. Meninggalkan seseorang yang kita cintai adalah tindakan yang sangat rumit. Namun, waktu akan membantu menyembuhkan luka dan cinta sejati akan selalu memiliki tempat di hati, meskipun dalam bentuk yang berbeda.
Arif dan Lisa melanjutkan aktivitasnya setiap hari di sekolah seperti biasa. Mereka berdua seolah tidak pernah mengenal, tetapi perasaan mereka tidak mudah hilang dengan waktu yang singkat.
Dikutip dari Pena Katolik: Paus Fransiskus menerbitkan ensiklik keempat kepausannya yang berjudul Dilexit Nos, pada hari Kamis 24 Oktober 2024, tentang cinta manusiawi dan ilahi dari hati Yesus Kristus.
Dilexit Nos, yang berarti ‘dia telah mengasihi kita’ dipromulgasikan pada tanggal 24 Oktober 2024.
Sebelumnya, Paus telah mengumumkan pada bulan Juni 2024, bahwa ia sedang mempersiapkan sebuah dokumen tentang Hati Kudus Yesus. Ensiklik ini akan merenungkan cinta Tuhan yang dapat menerangi jalan pembaruan gerejawi dan menyampaikan sesuatu yang berarti kepada dunia yang tampaknya telah kehilangan hatinya.
Paus Fransiskus kemudian menggambarkan Dilexit Nos tersebut sebagai sesuatu yang menyatukan refleksi berharga dari teks-teks magisterial sebelumnya dan sejarah panjang yang kembali ke Kitab Suci. Paus mengusulkan kembali kepada seluruh Gereja, devosi yang dipenuhi dengan keindahan spiritual ini.
“Saya yakin akan sangat bermanfaat bagi kita untuk merenungkan berbagai aspek kasih Tuhan, yang dapat menerangi jalan pembaruan gerejawi dan menyampaikan sesuatu yang berarti kepada dunia yang tampaknya telah kehilangan hatinya,” kata Fransiskus di akhir audiensi umumnya pada tanggal 5 Juni 2024.
Dilexit Nos tersebut diterbitkan di tengah perayaan ulang tahun ke-350 penampakan Hati Kudus Yesus kepada St. Margareta Maria Alacoque. Perayaan ini dimulai pada tanggal 27 Desember 2023 dan akan berakhir pada tanggal 27 Juni 2025.
Vatikan mengadakan konferensi pers yang disiarkan langsung pada hari Kamis, 24 Oktober, tentang ensiklik: Dilexit Nos. Konferensi pers ini akan dihadiri Mgr. Bruno Forte, seorang teolog Italia dan anggota Dikasteri Ajaran Iman. Ada juga Suster Antonella Fraaccaro, kepala ordo religius Italia Discepole del Vangelo.
Dilexit Nos menjadi ensiklik keempat Paus Fransiskus setelah Fratelli Tutti, yang diterbitkan pada tahun 2020, Laudato Si’ yang diterbitkan pada tahun 2015, dan Lumen Fidei, yang diterbitkan pada tahun 2013. (AES)
Sumber Berita: Paus Fransiskus akan Mempromulgasikan Ensiklik Baru: Dilexit Nos, tentang Hati Kudus Yesus - Pen@ Katolik
PENGHUJUNG MEI 2025
Sebelum Mei pergi
Aku hanya ingin menitip sepenggal lirik
Untukmu yang sudah berjuang bersamaku
Pada hari dan minggu-minggu dalam bulan ini
Pada waktu yang cukup luas
Yang telah menampung semua kisah
Dengan versi cerita yang unik dan menawan
Sekalipun hari ini nampak terlalu gegabah
Semoga esok lebih slow lagi
Agar aku masih bisa menari dan tersenyum
Memetik kuncup Juni yang siap mekar
Kutitipkan rinduku untukmu
Pada separuh jam ini
Yang kan membawaku pergi jauh
Pada Juni ku yang sudah siap menyongsongku
Semoga kau masih kutemukan di sana juga
Teruntukmu kusampaikan salam hormatku
Semoga kau baik-baik saja di sana
Mei yang manis di tepi rinduku,
MMS
Sabtu, 31 Mei 2025
BERSAMA MARIA BUNDA PENYELAMAT. GIAT DALAM KEBAJIKAN DAN DOA ROSARIO
(Kis 5:27-33; Mzm 34:2.9.17-18.19-20; Yoh 3:31-36)
(Frans Funan, SVD)
"Barang siapa percaya kepada Anak, ia beroleh hidup yang kekal; tetapi barang siapa tidak taat kepada Anak ia tidak akan melihat hidup, melainkan murka Allah tetap ada di atasnya" (Yoh 3:36).
Karena percaya Maria yang sulit memahami rencana maha besar Allah bagi dirinya sedikit tersingkap ketika Malaikat Tuhan mulai berdialog dengannya. Percaya pada Allah dan karya-karya-Nya yang penuh misteri bagi manusia sangat penting. Kepercayaan membantu kita untuk secara spiritual merangkak masuk dalam rahasia agung Allah.
Jika kita sudah bersekutu dengan Allah maka Roh Kudus akan mengajari kita segala sesuatu dan membuat apa yang tak mungkin jadi mungkin. Yohanes memberi kesaksian murni tentang Yesus sesuai dengan apa yang ia lihat, dengar dan kesaksiannya benar. Yohanes bilang, "Siap yang diutus Allah Dialah yang menyampaikan firman Allah, karena Allah mengaruniakan Roh-Nya dengan tidak berbatas." (Yoh 3:34). Rohlah yang mengajari kita untuk berdoa. Melalui kekuatan doa kita dapat membuka diri terhadap Tuhan. Roh Putralah yang memanggil komunitas kristen untuk berdoa. Dan Maria ibu Yesus berdoa bersama para rasul (Kis 1:14).
Bagaimanakah mereka bisa berdoa? Yesus sendiri telah mengajari mereka berdoa Bapa Kami. Dan tradisi Gereja mengajari umat berdoa Salam Maria, doa Rosario. Doa itu penting agar tetap bersekutu dengan Allah Tritunggal. Bersama Maria ibu Yesus kita berdoa dan hidup kita menjadi kokoh di hadapan Yesus Putranya dan Allah.
Para rasul memberi kesaksian iman yang sangat mengagumkan tentang doa dan persekutuan yang mesra dengan Tuhan Yesus dan Allah Bapa. Hasilnya ialah sekali pun diancam akan dibunuh, mereka tidak takut, tetap komit dan bertekad untuk berpihak pada Allah ketimbang manusia. Ketika mereka dilarang Petrus dengan tegas berkata, "Kita harus taat pada Allah daripada kepada manusia." (Kis 5:29).
Dalam kebangkitan-Nya, Yesus ditinggikan Allah dengan tangan kanan-Nya menjadi pemimpin dan Juru Selamat, supaya Israel bertobat dan menerima pengampunan dosa (Kis 5:31). Karena persekutuan yang kuat dengan Allah Tritunggal maka kesaksian para rasul disertai mukjizat dan tanda heran oleh Allah.
Maka para rasul jadi saksi tulen kebangkitan Yesus Kristus. Kesaksian ini tak terbantahkan oleh kuasa manusia siapa pun. Syukur, pujian dan doa selalu dilantunkan dalam sukacita Roh yang penuh. Pemazmur menyadari pentingnya berdoa maka ia pun bermadah, "Aku hendak memuji Tuhan setiap waktu; puji-pujian kepada-Nya selalu ada dalam mulutku." (Mzm 34:2).
Oleh kekuatan Roh Kudus kita selalu didorong untuk buat beberap hal penting ini: *Seperti Maria, kita harus rajin berdoa agar dapat bersekutu dengan Allah Tritunggal. *Kita berdoa Rasario selama sebulan ini dengan Bunda Maria dalam ziarah penuh harapan dari rumah ke rumah dalam komunitas basis masing-masing. *
Giat dalam kebajikan doa untuk orang sakit dan orang-orang yang susah apa saja. *Bersama para rasul dan Bunda Maria, kita mantapkan iman kita kepada Yesus Anak Allah. *Bunda Maria bersama Yesus menanti kita berziarah bersama dalam doa Rosario. Tekun berdoa Tuhan pasti beri yang terbaik sesuai kebutuhan masing-masing.
Selamat berziarah bersama Yesus dan Bunda-Nya Maria. Tuhan berkatimu semua dan Bunda Maria mendoakan selalu. (Arso Kota, Kamis / Pekan II Paskah/C, 010525).
Apa yang harus saya hidupi sebagai manusia yang benar-benar hidup? Pertanyaan ini menunjuk kepada diri saya sendiri, untuk apa saya hidup dan kehidupan seperti apa yang saya hidupi.
Apakah kehidupan saya sudah benar di mata Tuhan atau kehidupan saya tidak sesuai dengan apa yang Tuhan kehendaki? Saya tidak bisa mengatakan hidup saya benar berdasarkan pikiran saya. Mungkin benar bagi saya, namun tidak bagi orang lain. Saya harus menyadari bahwa saya makhluk sosial yang hidup bersama orang lain dengan cara hidup dan cara memaknai kehidupan secara berbeda-beda. Apa yang benar bagi saya, belum tentu benar bagi dia, karena yang menjalani kehidupan adalah pribadi masing-masing. Lalu apa manfaat kita bagi kehidupan orang lain? Mungkin kita hadir hanya menawarkan solusi bukan pemberi solusi bagi orang lain. Sebab kita sedang sama-sama berjuang sebagai manusia yang dengan keterbatasan dan kelebihan masing-masing. Perlu kita belajar dari kisah hidup orang lain yang mungkin dapat menolong kita atau menginspirasi kita. Sebagaimana hidup yang tepat bagi kita untuk kita hidupi. Kehidupan memang banyak model dan masing-masing kita telah dianuhgerahi model hidup yang berbeda-beda.
Saya sangat bersyukur hidup dengan banyaknya perbedaan. Dari perbedaan ini saya dapat mempelajari banyak hal mengenai hakekat dari kehidupan itu sendiri. Sebab berbicara mengenai kehidupan tidak ada batasnya, karena persoalan kehidupan tidak akan habis-habisnya.
Marilah sama-sama belajar apa arti dari kehidupan. Saya melihat kehidupan sebagai anuhgerah terbesar dan terindah, ada suka dan dukanya, yang memberi warna bagi kehidupan itu sendiri. Tak ada kehidupan yang dilalui tanpa persoalan. Persoalan akan selalu ada, dan itu adalah cara menguji seberapa besar iman kita kepada Tuhan, sebab tanpa Tuhan, segalanya adalah kesia-siaan belaka (MMS).
Mengemas makna di balik menulis satu paragraf setiap hari❤️
Jendela kelas, Minggu, 01 Juni 2025
MALAM JUMAT YANG PANJANG
MUSIM SEMI DI TEPI SUNGAI GAVE DE PAU (Part 5)
Oleh: Lena Salu
Teruntukmu Celine, di bilik penantian
Celine, semoga suratku menemuimu dalam keadaan yang sehat bugar dan menggemaskan. Aku memastikan kau tentunya selalu tersenyum lebar dan ringan langkah merayakan hari-hari perkuliahanmu setiap hari. Aku juga tak menolak bahwa ada terik matahari yang kadang menyengat di atas kepalamu kala banyak tugas dan agenda yang terus mengejarmu untuk lebih konsentrasi dan konsisten.
Celine, Ijinkan aku sedikit bercerita denganmu. Sebenarnya aku sangat merindukanmu, namun tak terasa sudah hampir setengah dari semester ini aku tak pernah dibangunkan oleh suaramu dari ponselku. Aku berpikir mungkin kau sangat penting mengabariku agar tak kugelisahkan segalanya. Sesungguhnya sebulan yang lalu aku sedang berziarah ke Lourdes. Ada kesan yang sangat indah bagiku selama berada di sana. Ada doa yang penting dan sangat khusus kupersembahkan kepada Bunda Maria untukmu.
Aku tahu bahwa kau sangat mencintainya dengan selalu mendaraskan manik-manik Rosario yang indah dengan mengucapkan salam Maria. Aku selalu menghadirkanmu disetiap langkahku dalam rombongan ziarah ke tempat-tempat suci yang kami kunjungi. Celine, Sebelum keberangkatanku ke Lourdes aku pernah menghubungi nomor ponselmu namun kau tak dapat dihubungi. Aku ingin mengambil cuti bersamamu ke Lourdes tetapi akhirnya aku hanya mengelus dada dengan sedikit berat hati tak dapat mengabulkan permintaanmu yang pernah kau minta pada hari ulang tahun pernikahan orangtuaku kali lalu. Aku tahu bahwa kau dan aku punya tabungan yang dapat kita pakai namun tak aku sangka bahwa kali ini aku gagal membawamu ke depan arcanya di Lourdes.
Celine, maafkan aku yang tak sempat mengabulkan permohonanmu, namun aku rasa bahwa kau akan terobati dan terhibur dengan sedikit cerita ziarahku yang kugoreskan dalam tulisan dan beberapa video klip sejak hari pertama hingga aku kembali. Aku berharap kau dapat sampai juga ke Lourdes setelah menikmati apa yang kau tonton dari apa yang kubagikan denganmu. Maafkan aku Celine, aku berharap kau tak membenciku tetapi membiarkan semuanya yang sempat tertunda ini menjadi doa yang indah dihadapan arcanya. Celine, kusudahi dulu suratku, aku berharap kau tak sungkan membalasnya agar dapat kupastikan dirimu baik-baik saja dan tak merasa kecil hati. Sekali lagi maafkan diriku. Yang terakhir ijinkan aku menyampaikan salam hormatku untukmu sekeluarga, semoga ayah, ibu dan adik-adikmu dalam keadaan yang tak menggelisahkanku. Aku selalu menantimu di setiap deretan hari dan tanggal yang menjanjikan balasan surat darimu.
NB; Kutulis suratku ini di tepi sungai Gave de Pau, tepat di bawah kaki gunung Pyrenees Perancis.
Aku yang mengasihimu dari jauh,
(.................)
**********
Aku seakan tak punya gairah lagi tuk berdiri, sekalipun sapaan awal surat di atas tadi sedikit menghiburku.menghibur dan membuatku terkesima. Aku dikuatkan oleh percakapan yang secara tak langsung menjawabi teka-tekiku yang selama ini menjadi pertanyaanku tentang keberadaannya. Lebih buas lagi aku terperosok jauh dengan ungkapan aku tak dapat dihubungi. Entahlah aku tak mengerti kapan aku dihubunginya sebab akupun menantinya berkabar hampir sepanjang abad namun tak berdering sama sekali ponselku kalau aku dipanggilnya. Bingung tapi faktanya menyatakan kalau ada dis-komunikasi yang sempat terjadi.
Hampir tiga puluh menit aku hampir tiga puluh menit aku terjaga dalam diam dan membiarkan instrumen lagu Ave Maria Gratia Plena gubahan Schubert menemaniku menikmati foto dan video singkat yang dibuat dalam slideshow yang menarik dan mengagumkan. Aku seakan terhipnotis dan dibawa ke Lourdes menikmati keindahannya dengan beckroud langkah jutaan peziarah yang membludak. Ohhh, betapa aku sangat merindukan tempat suci itu.... Aku sangat merindukan akan kesejukan air suci yang mengalir di tempat Kudus itu. Aku ingin menaburkan mawar berwarna-warni yang kupetik dengan tanganku sendiri walaupun aku harus meminta ijin pada pemilik tamannya. Aku ingin menari dengan gaun panjang berlengan lebar di sepanjang pendakian dan bernyanyi merdu di alun-alun kota layaknya wanita Perancis berperawakan cantik dengan topi lebar dan kain penutup kepala yang halus.
Akkhh, aku benar-benar membungkus kerinduanku ini dalam diksi yang hanya dapat kunikmati dalam mimpiku yang panjang dan belum sempat jadi kenyataan, namun aku membiarkan cerita ini hidup dalam doa yang tiada henti. Aku telah berjanji di depannya untuk selalu mengirimkan mawar Rosario di setiap sembahyangku yang membawaku sampai ke Lourdes keseharianku.
Aku tentunya akan dibawa tuk membayangkan kembali peristiwa penampakan yang pernah terjadi di sana. Aku ingin membopong orang-orang sakit dan timpang tuk ditahirkan dari sakitnya dan membiarkan diriku yang sakit dijamahnya pula dengan sentuhan dan aliran air segar yang melewati darah dan nadiku dan menghembuskan nafas panjang dengan ucapan syukur yang tak terhingga.
*********
Aku tertidur di bawah lampu belajar yang belum sempat kumatikan dan mendapati diriku tersungkur di atas meja dengan tumpukan tugas yang masih harus kuselesaikan untuk di asistensi besok pagi. Terburu-buru diriku ke kamar kecil tuk menyeka wajahku dengan air kran dan berniat menyalakan lagi laptop. Kubiarkan volume musik dari tape recorder kesayanganku terus aktif walaupun kedengaran semakin berisik pertanda baterainya hampir habis, aku hanya memastikan penyiarnya belum kantuk dan menemaniku dengan suguhan lagu-lagu keroncong dan lagu-lagu lawas kesukaan ayah dan ibu pada jamannya kala itu.
Kesukaan mereka berdua pada lagu-lagu lawas dan keroncong pada akhirnya menular kepadaku juga, sampai-sampai aku mengoleksi lirik-lirik lagunya dari kertas yang terselip di setiap kaset pita di almari ruang tengah rumahku. Aku kembali menguras isi kepalaku menyelesaikan beberapa tugasku yang hampir rampung. Ku pikir aku tak sehebat Para filsuf tapi kali ini aku harus bisa berpikir sedemikian untuk menemukan jawaban dari setiap soal dosen matakuliahku.
Kubiarkan suratku tadi terbuka di bawah lilin yang bernyawa dengan sorotan lampu yang datar menerangi sudut doaku. Kubiarkan tatapan Sang Perawan mengawasi dan menemaniku hingga sini hari nanti. Tanganku tak hentinya mengutak-atik tuts-tuts keyboard laptopku yang sudah aus dan hampir copot, tapi aku tak menghiraukannya, aku menikmati semuanya apa adanya demi menjaga keseimbangannya agar tidak sampai stres.
************
Tuhan, ijinkan aku tidur sejenak saja dan bangunkan aku esok lagi dalam keadaan yang masih bernapas. Aku membiarkan diriku terlentang dengan posisi yang paling nyaman dan menikmati malam yang teduh tanpa mengotori pikiranku dengan segala kesibukan yang masih saja harus kukejar. Suara batuk ayah masih kudengar dari bilik sebelah. Aku tau ayahku seharian tak cukup istirahat karena harus bertahan dan berjuang keras untuk aku dan isi rumahku.
Aku menarik napas panjang menikmati suara ibu yang sesekali menenangkan suaminya dan adikku yang terjaga. Ohh, aku butuh sejam saja untuk bisa pulas dan dapat bangun lagi tuk menjalani apa yang menjadi kewajibanku. Aku tidur dengan menggenggam seutas Rosario pemberianmu dan membiarkan mataku terpejam dan lelap.