ANTARA AKU DAN PANGGILANMU
(Delyma Bais)
Hai semua. Kalian pasti pernah mendengar kisah yang sama seperti kisahku ini. Kali ini aku akan menceritakan kisah cinta istimewa yang pernah aku alami. Menurut buku yang aku baca cinta adalah panggilan untuk mencintai sesama manusia sebagai refleksi dari cinta ilahi. Artinya, cinta bukan hanya untuk sesama, tetapi juga untuk Tuhan.
Namaku Tiara. Biasanya, aku sering dipanggil Ara oleh teman-temanku. Katanya sih... biar tidak kepanjangan hehehe. Aku, seorang mahasiswa semester III di sebuah universitas terkenal di kotaku. Pasti kalian semua bertanya di mana kekasihku?
Hmm... sebenarnya dulu aku punya seorang kekasih, namanya Reihan. Dia adalah pria multitalent yang sangat aku cintai. Kami sudah menjalin hubungan selama 2 tahun lebih, sejak masih duduk di bangku kelas I SMA namun semenjak perpisahan itu, aku sulit untuk jatuh cinta lagi.
Kedekatan kami berawal saat Perayaan Natal. Saat itu aku dikenalkan pada Reihan oleh seorang temanku. Akhirnya kami semakin dekat dan resmi berpacaran. Menurutku, Reihan adalah pria yang tulus. Jujur saja, dia adalah pria pertama yang dikenal oleh orang tuaku selama aku berpacaran.
Biasanya aku sering menyembunyikan hubungan asmaraku, tapi tidak dengan kali ini ditambah lagi dengan hobi kami yang selaras, Reihan suka bermain musik, dan aku suka bernyanyi inilah yang membuat aku merasa cocok dan ingin terus bersamanya. Namun, harapanku itu lenyap, di saat dia dilema oleh panggilannya sendiri.
Ceritanya berawal saat malam Perayaan Paskah di Parokiku. Malam itu, aku duduk bersama Reihan dan teman--temanku. Saat perayaan berlangsung, aku melihat ada kegelisahan di mata Reihan. Aku langsung menatapnya dengan tatapan penuh arti seolah bertanya kenapa? Reihan menatapku dengan tulus sambil bertanya, "Ara, bagaimana perasaanmu jika nanti aku yang akan berdiri di altar itu?" Aku langsung mengerutkan kening, apa maksudnya? Reihan hanya diam saja, membuatku terus bertanya dalam hati kecil.
Setelah perayaan, Reihan mengantarkanku pulang. Dalam perjalanan, aku bertanya lagi apa maksud perkataannya tadi, tapi Reihan terus mengalihkan pembicaraan dan akhirnya aku yang harus mengalah.
Seiring berjalannya waktu, tibalah saatnya pengumuman kelulusan untuk seluruh siswa kelas XII, termasuk aku dan Reihan. Hasilnya sangat memuaskan 100% dari kami dinyatakan lulus. Reihan langsung menghampiriku dan memberiku ucapan selamat, begitu juga sebaliknya. Aku memilih untuk melanjutkan pendidikan di sebuah universitas terkenal dan mengambil program studi Pendidikan Fisika. Yah, aku suka Fisika. Sejak dulu nilaiku selalu yang terbaik dari semua teman-temanku. Inilah yang memotivasi diriku.
Sayangnya, Reihan tidak mau memberitahu soal pendidikannya. Yang aku tahu, dia akan pergi ke luar kota. Katanya sih, nanti akan jadi surprise. Akhirnya masing-masing dari kami terus melanjutkan pendidikan dan saling memotivasi, hingga suatu hari aku harus menerima kenyataan pedih yang membuat aku bimbang.
Ternyata selama ini, Reihan melanjutkan studi menjadi seorang calon Imam Katolik. Aku tahu kabar itu, dari salah seorang teman yang juga bersamanya di sana. Aku langsung menelepon Reihan untuk meminta penjelasan darinya. Sebenarnya aku bingung harus marah atau bangga, jikalaupun aku marah, aku harus marah pada siapa? Pada Reihan atau pada Tuhan?
Aku hanya bisa diam, sambil meneteskan air mata saat mendengar penjelasan dari Reihan. Jujur, aku sangat sakit hati, apalagi mengingat semua hal yang telah kami lalui bersama, berbagai kisah, dan cerita indah yang pernah terjadi di antara kami.
Reihan terus meminta maaf padaku, katanya ini adalah panggilannya. Aku jelas tidak bisa memaksanya. Aku hanya berpura-pura tegar untuk menerima semua ini. Jelas saja. Ini membuatku trauma untuk jatuh cinta lagi. Yah, mau bagaimana lagi, namanya juga panggilan, aku sendiri juga tidak tahu, jadi seperti apa aku nantinya.
Semuanya itu jadi pelajaran, bahwa kita punya rencana, tapi Tuhan yang akan memutuskan. Ketika cinta harus memilih, di sana ada korban yang harus diterima.