• Hari ini: October 22, 2025

ZEFANYA GERALDINE SAKAN: Air Hidup di Pagi yang Terberkati

22 October, 2025
131

Naesleu, 17 Oktober 2025. Pagi merekah perlahan. Cahaya matahari menembus kaca jendela Gereja Naesleu dengan lembut, seperti jemari Tuhan yang menyentuh dunia dengan kasih yang tak bertepi. Udara pagi masih lembap oleh embun, membawa aroma dupa dan bunga segar yang berpadu dengan keheningan suci. Di tengah keagungan sederhana itu, sebuah peristiwa penuh rahmat berlangsung usai Perayaan Ekaristi pagi, Sakramen Permandian seorang bayi mungil cantik bernama Zefanya Geraldine Sakan.

    Di depan altar yang bersahaja, pasangan Ino Sakan dan Novi Amsikan berdiri dengan mata penuh keceriaan. Di pelukan mereka, tersenyum kehidupan baru, anugerah cinta yang telah lama mereka nantikan. Hari itu, mereka tidak sekadar mempersembahkan anaknya kepada Gereja, tetapi menyerahkannya kepada Sumber Segala Kehidupan, kepada Allah yang menciptakan, mengasihi, dan memelihara.


    Suasana menjadi hening saat Rm Kristo Ukat, Pr, pastor rekan Paroki Naesleu, berdiri di depan altar. Air suci beriak lembut di dalam wadah putih kecil yang berkilau diterpa cahaya pagi. Dalam liturgi yang baku dan kudus, Romo membuka tangan dan berseru dengan suara yang tenang namun penuh wibawa, " Apakah kalian ingin anak ini dibabtis dalam iman Gereja yang telah kita semua terima dari Kristus?Dengan suara gemetar namun pasti, kedua orang tua menjawab, "Ya, kami mau."

    Air suci kemudian diberkati, dilambungkan doa, lalu ditumpahkan perlahan ke dahi kecil Zefanya. Tiga kali air suci itu menetes sambil diserukan rumusan sakramental yang abadi, " Zefanya Geraldine Sakan, aku membabtis engkau, dalam nama Bapa, dan Putra dan Roh Kudus. Amin." 

    Dalam tetesan itu, waktu seolah berhenti. Kasih ilahi menembus batas manusia, menyatukan surga dan bumi. Zefanya, bayi kecil imut itu kini resmi menjadi anggota keluarga Allah, dilahirkan kembali dari air dan Roh Kudus.

    Setelah pembaptisan, simbol-simbol suci satu per satu dihadirkan. Sebuah lilin bernyala diserahkan. Nyala kecil itu lembut di ujung sumbu, melambangkan Kristus Sang Terang Dunia yang kini menyinari hidup Zefanya. Romo berkata dengan suara penuh makna, "Terimalah terang Kristus. Jadilah cahaya bagi dunia, dan hiduplah senantiasa sebagai anak terang."

    Kemudian selembar kain putih halus diangkat, kain yang telah disulam dengan nama ‘Zefanya Geraldine Sakan’. Kain itu disampirkan dengan lembut di samping tubuh bayi kecil itu, sebagai lambang kesucian dan kelahiran baru. Romo menambahkan, " Engkau telah mengenakan Kristus. Semoga kain putih itu tetap bersih sampai kelak menghadap Dia dalam kemuliaan kekal."

    Di sisi altar, berdiri calon pasangan suami-istri, Sefrianus Erfan Tae dan Gersiana Uskono, bapak dan ibu permandian yang dipilih dengan penuh kasih. Tatapan mereka teduh, wajah mereka menyiratkan tanggung jawab yang besar. Mereka tidak hanya menjadi saksi hari ini, tetapi penjaga rohani sepanjang hidup Zefanya, menuntunnya dalam perjalanan iman yang panjang menuju kedewasaan rohani.

    Setelah ritus permandian selesai, Romo Kristo menatap lembut bayi itu dan berbisik pelan, " Hari ini Tuhan memberi tanda yang indah. Zefanya menjadi anak pertama yang saya permandikan di Paroki Naesleu selama tahun ini. Dan besok saya akan merayakan 19 tahun tahun imamat saya. Semoga anak ini menjadi tanda pembaharuan kasih Tuhan bagi kita semua."

    Kata-kata itu jatuh seperti embun pagi, menyegarkan hati semua yang hadir. Dua peristiwa itu, permandian seorang anak dan ulang tahun imamat seorang gembala, teranyam menjadi satu kisah cinta Allah yang bekerja dalam keheningan. Romo Kristo secara spontan menatang anak Zefanya di depan altar sambil mengucapkan, " Selamat tumbuh dan berkembang dalam iman kita."


    Di depan altar itu, seorang perempuan paruh baya tersenyum bangga. Dialah nenek Zefanya, seorang guru agama yang telah menanam benih iman di hati banyak anak. Kini, ia melihat benih itu bertunas dalam darah dagingnya sendiri. Dalam bisikan doa ia berkata, "Tuhan, Engkaulah awal dan akhir. Jadikanlah cucuku ini tanda kasih-Mu bagi dunia yang haus akan harapan."

    Usai upacara, suasana indah dan membekas terjadi dalam salam-menyalami dengan senyum tulus, dan di halaman gereja angin berhembus lembut di antara tawa kecil yang mengalun. Zefanya, yang kini dalam pelukan ibunya, tampak begitu damai, seolah merasakan tangan Tuhan yang menimang dirinya melalui kasih kedua orang tuanya.

    Hari itu bukan sekadar tanggal di kalender keluarga, melainkan hari kasih, hari ketika air, lilin, dan kain putih berbicara dengan bahasa rahmat. Hari ketika seorang imam merenungkan panggilannya, seorang ibu menatap masa depan anaknya dengan harapan, seorang nenek mengenang kesetiaan Tuhan lintas generasi, dan Gereja Naesleu kembali hidup oleh suara kehidupan baru.

    Dalam cahaya lembut yang menembus atap gereja, segala sesuatu tampak utuh: iman yang diwariskan, kasih yang mengalir, dan kehidupan yang bermula dalam nama Kristus.

Dan di tengah segalanya itu, seorang bayi mungil bernama Zefanya Geraldine Sakan menjadi simbol kasih Allah yang terus bekerja dalam sejarah manusia, seperti air yang terus mengalir, lilin yang terus menyala, dan kain putih yang tetap suci di bawah naungan kasih Tuhan.

    Ia datang dengan tangisan lembut, namun membawa pesan besar, bahwa setiap kehidupan baru adalah puisi kasih Allah yang ditulis di hati manusia. Dan di Gereja Naesleu itulah, pada pagi yang diberkati, puisi itu dibacakan oleh air, lilin, dan cinta.

Tag