• Hari ini: November 12, 2025

DIA DIPANGGIL "AYAH"

12 November, 2025
114

    Catatan kecil dan lepas di momen berharga, ketika malam sehabis hujan, diiringi ramainya suara kodok dari tanah sebelah yang tergenang air. Ada satu hari dalam setahun yang sepi dari gegap gempita, namun sarat makna yang tak terucap. 12 November, hari ketika kita diingatkan pada sosok yang jarang menuntut untuk diingat, namun tanpa kehadirannya, arah hidup kita mungkin tak pernah sejelas ini.

    Hari Ayah bukan tentang pesta atau ucapan yang megah. Ia adalah jeda hening, tempat kita merenungkan cinta yang bekerja tanpa suara: cinta yang menuntun tanpa memaksa, melindungi tanpa mengekang, dan mengajarkan tanpa menggurui. Di balik ketegasan yang kadang kaku, tersimpan ruang lembut yang menjaga setiap harapan agar tetap hidup.

    Ada sosok yang tak banyak bicara, tapi setiap langkahnya menulis puisi sunyi tentang pengorbanan. Dalam tatap matanya, hidup tampak sederhana, asal hati teguh, segalanya bisa dijalani. Ia tak hanya memberi hidup, tapi juga arah; mengajarkan cara berdiri ketika dunia mengguncang, dan bagaimana tetap lembut saat keras menjadi satu-satunya pilihan.

    Ia mungkin tak pandai berkata cinta, tapi keringat di dahinya adalah doa yang tak bersuara. Ia menahan letih agar anak-anaknya bisa berlari bebas. Saat malam menutup hari dan dunia beristirahat, dialah penjaga sunyi, menenun harapan dari sisa tenaga. Di balik ketegasannya yang kadang keras, tersembunyi kelembutan yang hanya dimengerti hati yang telah dewasa: kasih yang bekerja dalam diam, namun meninggalkan jejak abadi.

    Psikologi menyebutnya secure base, pondasi rasa aman tempat jiwa bertumbuh. Figur ayah bukan sekadar penopang hidup, melainkan jangkar batin yang membuat anak berani berlayar di lautan dunia. Setiap langkahnya adalah pelajaran tak tertulis tentang disiplin, kesabaran, dan keberanian untuk tetap tegak ketika dunia mulai goyah.

    Namun seringkali, cinta ayah tenggelam dalam bayang kelembutan ibu. Padahal, di balik keheningan maskulinnya, tersimpan cinta yang tak kalah dalam, cinta yang menunda mimpi agar anak-anaknya bisa bermimpi lebih jauh. Seperti bait Eric Clapton dalam “My Father’s Eyes”Through my father’s eyes, I saw the world begin. Dari tatapan itu, dunia pertama kali tampak mungkin, tempat kita belajar bahwa kekuatan bisa hadir dalam diam, dan kasih bisa tumbuh tanpa perlu banyak kata.

    Dan ketika kita memanggilnya Ayah, sejatinya kita sedang menyebut nama lain dari kesetiaan. Ia adalah cinta yang tak mencari sorotan, tapi menjadi cahaya yang menuntun arah. Ia adalah tiang rumah, kompas hati, dan diam yang menguatkan. Dalam panggilan sederhana itu, Ayah, tersimpan seluruh pelajaran tentang menjadi manusia: kuat tanpa kehilangan lembut, mencinta tanpa banyak kata, dan berkorban tanpa pernah meminta balasan.

A Y A H

A - Arah yang menuntun
Y - Yakin dalam diam
A - Anugerah yang tersembunyi
H - Harapan yang dijaga
“Dalam setiap panggilan ‘Ayah’, tersimpan pelajaran tentang arah, keyakinan, anugerah, dan harapan, empat pilar cinta yang membentuk manusia yang teguh tanpa kehilangan lembut.” AYAH, selamat berbahagia.

(Hening kamar hutan keramat, pertengahan November, kata Ayah muncul sebagai kekuatan yang menghidupkan.KU)