• Hari ini: October 22, 2025

BELAS KASIH

22 October, 2025
46

BELAS KASIH
Renungan — Minggu Biasa XXVI, 28 September 2025
Am 6:1a.4–7; 1Tim 6:11–16; Luk 16:19–31

Suara Keras yang Mengoyak Kenyamanan Semu

  Nabi Amos melontarkan seruan tajam kepada orang-orang yang hidup dalam kemewahan, berbaring di dipan, berpesta dengan daging dan anggur, sementara kehancuran bangsanya diabaikan. Kenyamanan mereka bukanlah netral; tetapi lahir dari sistem yang menindas banyak orang.
  Allah menolak kemewahan yang dibangun di atas penderitaan sesama. Bagi Tuhan, keadilan bukan sekadar tambahan dalam doa, tetapi inti dari kasih itu sendiri. Iman kehilangan wajahnya ketika kesejahteraan diri didapat dengan mengorbankan orang lain.
  Jangan biarkan kenyamanan membuat hati kita tuli terhadap penderitaan sesama. Latih diri peka pada orang kecil: dari teman yang kesulitan, hingga pekerja harian yang sering tak dianggap. Kejujuran dan kepedulian adalah ibadah sejati, bukan sekadar aturan sosial.

Menjauhi Mamon, Mengejar Kebajikan 
   Paulus menasihati Timotius agar melepaskan diri dari cinta uang dan sebaliknya mengejar kebajikan: keadilan, iman, kasih, kesabaran, kelembutan. Hidup beriman adalah perjuangan yang terus-menerus hingga kedatangan Kristus yang dijanjikan.
  Godaan terbesar orang beriman bukanlah sekadar uang itu sendiri, melainkan hati yang diperbudak olehnya. Harta bukanlah dosa, tetapi ketika dijadikan tujuan hidup, iman kehilangan arah. Fokus kita semestinya pada janji eskatologis: harapan akan Kristus yang akan datang.
   Gunakan uang sebagai alat untuk kebaikan, bukan sebagai tujuan hidup. Belajar menata keuangan dengan bijak dan tidak terjerat gengsi. Kejar nilai rohani: kesabaran, kasih, iman, yang tak lekang oleh waktu.

Jurang Kaya dan Lazarus: Cermin Batin Kita 
   Yesus menuturkan kisah kontras: seorang kaya yang berpesta pora setiap hari, sementara Lazarus yang miskin dan penuh luka tergeletak di pintunya. Setelah kematian, keadaan berbalik: Lazarus dipeluk Abraham, si kaya terjerat penderitaan. Ia memohon agar keluarganya diperingatkan, tetapi jawabnya jelas: mereka sudah memiliki hukum Taurat dan para nabi, jika itu diabaikan, bahkan kebangkitan tidak akan diyakinkan.
  Injil Lukas mengingatkan dua hal penting: hidup tanpa belas kasih berujung pada pembalikan nasib; kesempatan bertindak hanya ada sekarang, sebelum terlambat. Pesannya bukan sekadar ancaman, melainkan undangan untuk segera merespons kasih Allah dalam tindakan nyata.
  Perhatikan “Lazarus-Lazarus” kecil di sekitar kita: yang lapar, lelah, atau kesepian. Jangan menunda berbuat baik; esok belum tentu ada kesempatan. Belas kasih lebih kuat dari sekadar kata atau doa, tetapi butuh tindakan nyata.

BelasKasih, Nafas Iman yang Nyata
  Ketiga bacaan berpadu dalam satu harmoni: jangan tenang dalam kenyamanan yang menindas (Amos); jangan terikat oleh cinta uang (Paulus); jangan abaikan wajah Lazarus di depan pintu (Lukas).
  BelasKasih bukan sekadar perasaan iba, tetapi integritas hidup: kata, hati, dan tindakan berjalan bersama. Belas kasih nyata dalam keseharian—menahan ego konsumtif, berani berbagi, bersuara bagi yang tertindas, dan menjadikan hidup kita tanda kasih Allah yang hidup.

B—Berpihak pada yang lemah (Amos menegur kemewahan yang menindas)
E—Elakkan cinta uang (Paulus menasihati agar hati jangan diperbudak mamon)
L—Latih kesetiaan dalam hal kecil (hidup benar dimulai dari keseharian)
A—Arahkan hati pada Kristus (fokus pada tujuan akhir: hidup kekal)
S—Suarakan keadilan (tidak diam pada ketidakadilan di sekitar)
K—Kasihilah sesama tanpa menunda (seperti Lazarus yang butuh uluran tangan saat itu juga)
A—Amalkan iman dengan tindakan nyata (iman hidup bila diwujudkan dalam karya kasih)
S—Setia dalam doa (doa yang merangkul semua orang, bukan hanya diri sendiri)
I—Ikhlas dalam berbagi (tidak demi gengsi, tapi demi kasih sejati)
H—Hidup sederhana (menolak kenyamanan semu yang menutup hati pada sesama)

Tag