
MEMPERSIAPKAN PEWARTA IMAN YANG RELEVAN
Maria Derwina Naitkakin-IID
Di tengah arus perubahan sosial, budaya, dan teknologi yang berlangsung begitu cepat, pewartaan iman menghadapi tantangan yang semakin kompleks. Dunia modern membawa berbagai dinamika baru seperti pluralisme nilai, sekularisme, individualisme, serta kemajuan teknologi informasi yang memengaruhi cara manusia memahami dan merespons realitas kehidupan, termasuk pesan keagamaan. Dalam konteks ini, menjadi pewarta iman tidak lagi cukup hanya dengan memiliki pengetahuan teologis. Hal yang lebih dibutuhkan adalah kemampuan untuk menjadi komunikator yang peka, relevan, dan mampu menjembatani antara ajaran iman dan kehidupan nyata umat masa kini.
Banyak orang, khususnya generasi muda, merasa semakin jauh dari lembaga-lembaga keagamaan karena mereka menganggap pesan yang disampaikan tidak menyentuh realitas hidup mereka. Oleh karena itu, pewarta iman dituntut untuk hadir sebagai pribadi yang tidak hanya menyampaikan dogma, tetapi juga memahami pergulatan hidup masyarakat dan mampu meresponsnya secara kreatif dan solutif. Esai ini bertujuan untuk menggali pentingnya relevansi dalam pewartaan iman serta langkah-langkah konkret yang dapat diambil untuk mempersiapkan pewarta iman yang lebih tanggap, komunikatif, dan berdampak dalam konteks zaman ini.
1. Relevansi sebagai Kunci Pewartaan yang Efektif
Relevansi merupakan jembatan yang menghubungkan pesan iman dengan realitas umat. Tanpa relevansi, pewartaan akan terasa asing, kering, bahkan tidak bermakna. Pewarta iman harus mampu mengerti bahwa audiens mereka hidup dalam konteks sosial dan budaya yang berbeda-beda. Oleh karena itu, penting bagi mereka untuk menyampaikan pesan keagamaan dengan cara yang dapat dimengerti, diterima, dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Pewartaan bukan hanya soal menyampaikan ajaran, tetapi bagaimana ajaran itu mampu menjawab pertanyaan dan kebutuhan konkret umat.
2. Menyikapi Perubahan Sosial dan Kebutuhan Masyarakat
Perubahan sosial yang terjadi saat ini, seperti meningkatnya ketimpangan sosial, krisis identitas, serta kemajuan teknologi yang pesat, berpengaruh besar terhadap kehidupan beriman masyarakat. Pewarta iman perlu menyadari bahwa masyarakat, khususnya generasi muda, mengalami jarak spiritual akibat maraknya gaya hidup materialistis dan konsumtif. Mereka lebih tertarik pada informasi cepat, visual, dan digital. Ketergantungan terhadap gawai, media sosial, dan budaya populer menjadi tantangan tersendiri. Oleh karena itu, pendekatan pewartaan pun harus disesuaikan agar mampu menjangkau hati mereka tanpa kehilangan substansi iman.
3. Mengaitkan Ajaran Iman dengan Isu Kontemporer
Salah satu cara menjadikan pewartaan lebih relevan adalah dengan mengaitkan nilai-nilai iman dengan isu-isu aktual seperti perubahan iklim, keadilan sosial, kemiskinan, dan kesehatan mental. Misalnya, pewartaan tentang tanggung jawab terhadap ciptaan dapat dihubungkan dengan isu lingkungan hidup. Ajaran kasih dan solidaritas sosial bisa ditampilkan sebagai jalan keluar menghadapi ketidakadilan. Dengan demikian, iman tidak hanya menjadi pengetahuan yang disampaikan, melainkan juga kekuatan moral yang menuntun tindakan nyata dalam masyarakat.
4. Pengembangan Keterampilan Komunikasi
Pewarta iman masa kini perlu mengembangkan keterampilan komunikasi yang efektif, baik secara verbal, nonverbal, maupun digital. Kemampuan berbicara yang menyentuh hati, menyampaikan pesan dengan jelas dan menyentuh, serta penggunaan media sosial secara bijak menjadi hal yang tidak bisa diabaikan. Latihan public speaking, storytelling, serta kemampuan menyusun narasi visual yang menarik menjadi bagian penting dalam membentuk pewarta iman yang komunikatif dan adaptif.
5. Membangun Relasi yang Autentik
Salah satu kualitas penting seorang pewarta iman adalah kemampuan membangun relasi yang autentik dan empatik dengan audiens. Pewarta iman harus mampu mendengarkan dengan hati, memahami persoalan umat, serta hadir sebagai teman seperjalanan dalam iman. Relasi yang dibangun bukan semata-mata untuk menyampaikan doktrin, tetapi sebagai bentuk kesaksian hidup yang membagikan kasih Tuhan dalam wujud yang nyata dan bersahabat. Relasi yang tulus akan memudahkan pewarta menyentuh batin dan mengubah hidup orang lain.
6. Komitmen terhadap Pembelajaran Berkelanjutan
Pewarta iman tidak boleh merasa cukup dengan bekal yang telah dimiliki. Ia perlu terus memperbarui diri melalui pembelajaran berkelanjutan. Mengikuti seminar, membaca literatur teologis dan sosial terkini, serta berdialog dengan sesama pewarta akan memperkaya wawasan dan mempertajam kepekaan pastoral. Dunia terus berubah, dan pewarta iman perlu membuka diri terhadap perubahan itu agar mampu tetap relevan, kritis, dan visioner.
Kesimpulan
Pewartaan iman tidak bisa dilepaskan dari konteks sosial, budaya, dan psikologis masyarakat. Dalam dunia yang terus berubah, pewarta iman dituntut untuk menjadi pribadi yang fleksibel, komunikatif, dan berakar kuat dalam iman. Relevansi menjadi kunci agar pewartaan tidak berhenti di telinga, tetapi menyentuh hati dan menggerakkan tindakan.
Untuk itu, pewarta iman perlu mengembangkan berbagai aspek diri yakni pemahaman teologis yang mendalam, kepekaan sosial, keterampilan komunikasi yang efektif, serta kemampuan membangun relasi yang hangat dan empatik. Mereka juga ditantang untuk terus belajar, agar mampu menjawab isu-isu kontemporer secara reflektif dan kontekstual. Dengan demikian, pewarta iman tidak hanya menjadi penyampai pesan, tetapi juga pelayan harapan, jembatan kasih, dan agen perubahan di tengah masyarakat.
Tag
Berita Terkait

Tag
Arsip
Kue Pelangi Menakjubkan Terbaik
Final Piala Dunia 2022
Berita Populer & Terbaru


Jajak Pendapat Online
